Legalitas Ahmadiyah




1. Jemaat Ahmadiyah

Jemaat Ahmadiyah didirikan pada tanggal 23 Maret tahun 1889 M di Qadian India oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. Beliau lahir pada tahun 1835 M dan telah wafat pada tahun 1908 M. Jemaat Ahmadiyah bukan agama baru dan tidak pula membawa ajaran baru.  Jemaat Ahmadiyah adalah Islam. Kitab suci Jemaat Ahmadiyah adalah Al-Quran yang terdiri dari 30 juz dan 114 surah. Jemaat Ahmadiyah meyakini bahwa nabi Muhammad saw. merupakan khâtaman-nabiyyîn dan mengimani 6 Rukun Iman serta melaksanakan 5 Rukun Islam.

Saat ini, Jemaat Ahmadiyah dipimpin oleh Hadhrat Mirza Masroor Ahmad atba, yaitu khalifah yang ke-5 sebagai penerus Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, pendiri Jemaat Ahmadiyah. Sejak mulai didirikan hingga sekarang, Jemaat Ahmadiyah telah berkembang dan tersebar lebih dari 200 negara di seluruh dunia. Sebagai organisasi yang hanya berkiprah dalam bidang kerohanian dan sama sekali tidak memiliki tujuan-tujuan politik, Jemaat Ahmadiyah telah berhasil menyebarluaskan dakwah Islam di seluruh benua dengan mendirikan masjid-masjid dan pusat-pusat dakwah di kota-kota penting seluruh benua tersebut.

Sementara itu di daratan benua Afrika, selain berhasil mengembangkan dakwah Islamnya, Jemaat Ahmadiyah juga telah berhasil mengembangkan dunia pendidikan dan kesehatan dengan mendirikan sekolah-sekolah dan rumah sakit – rumah sakit hampir di semua Negara di Afrika. Demikian juga di Asia, dakwah Ahmadiyah terus berkembang di daratan India dan Timur Tengah hingga Negara Jepang, China dan Korea, di belahan negeri yang sebelumnya dakwah Islam mengalami hambatan dan kesulitan untuk berkembang.

2. Jemaat Ahmadiyah di Indonesia

Jemaat Ahmadiyah masuk ke wilayah nusantara sebelum Negara Indonesia merdeka, melalui Muballigh Jemaat Ahmadiyah Maulana Rahmat Ali H.A.O.T yang ketika itu secara khusus diutus oleh pimpinan Ahmadiyah Internasional ke Indonesia. Sebagai muballigh pertama, Maulana Rahmat Ali H.A.O.T membawa Ahmadiyah masuk ke Wilayah Indonesia melalui kota Tapaktuan, Aceh pada tanggal 2 Oktober tahun 1925 M. Dari sana kemudian Jemaat Ahmadiyah berkembang ke wilayah Sumatera Barat dan pada tahun 1931 M, Jemaat Ahmadiyah berkembang di wilayah Batavia (Jakarta) dan Bogor. Kepengurusan Jemaat Ahmadiyah di kedua wilayah itu pun terbentuk yakni Pengurus Jemaat Ahmadiyah Betawi dan Jemaat Ahmadiyah Bogor. Dari wilayah Betawi dan Bogor, Jemaat Ahmadiyah kemudian berkembang ke wilayah Pulau Jawa lainnya seperti Tangerang, Cianjur, Sukabumi, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, karawang dan lain-lain.

Setelah Jemaat Ahmadiyah tersebar dan kepengurusannya terbentuk di beberapa kota di Sumatera dan hampir di seluruh bagian pulau jawa, maka pada tahun 1935 Jemaat Ahmadiyah Indonesia membentuk Hoofdbestuur (sekarang disebut Pengurus Besar). Pada tanggal 12-13 Juni tahun 1937 M, Jemaat Ahmadiyah di Indonesia menyelenggarakan kongres yang pertama di Masjid Hidajat (Sekarang Masjid Al-Hidayah), Jl.Balikpapan 1/10 Jakarta dihadiri oleh wakil-wakil Ahmadiyah dari cabang-cabang yang ada ketika itu untuk membahas AD dan ART Jemaat Ahmadiyah Indonesia.

Konferensi tersebut menyetujui AD dan ART Jemaat Ahmadiyah Indonesia dengan nama AADI, yaitu Anjuman Ahmadiyah Departemen Indonesia. Pada tahun 1949 M, atau 3-4 tahun setelah Republik Indonesia berdiri, Jemaat Ahmadiyah Indonesia atau yang ketika itu bernama AADI kembali menyelenggarakan kongres di Jakarta pada tanggal 9 s/d 11 Desember 1949 yang dihadiri oleh cabang-cabang AADI. Kongres tersebut menyetujui AD dan ART yang baru dan menyetujui pengganti nama Anjuman Ahmadiyah Departemen Indonesia atau AADI menjadi Jemaat Ahmadiyah Indonesia.

3. Badan Hukum Jemaat Ahmadiyah Indonesia

Seperti telah diuraikan sebelumnya, Jemaat Ahmadiyah adalah organisasi kerohanian, bukan organisasi politik dan tidak memiliki tujuan-tujuan politik. Di dalam mengembangkan dakwah rohaninya, Jemaat Ahmadiyah sentiasa loyal dan patuh kepada undang-undang Negara serta kepada pemerintah yang sah dimana pun Jemaat Ahmadiyah berdiri.

Ketika Republik Indonesia mulai berdiri, dan tatanan pemerintahan serta undang-undang Negara Republik Indonesia telah tertata dan terbangun, Jemaat Ahmadiyah pun segera menyesuaikan diri dengan peraturan pemerintahan dan perundang-undangan yang ada di Negara Republik Indonesia. Pada akhir tahun 1952 M, Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia mengajukan surat kepada pemerintah Republik Indonesia yaitu surat permohonan pengesahan AD dan ART Jemaat Ahmadiyah untuk diakui sebagai Badan Hukum. Dan pada tanggal 13 Maret 1953 Menteri Kehakiman RI Indonesia melalui Surat Keputusan No. JA.5/23/13 menetapkan, bahwa Perkumpulan atau Organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia diakui sebagai sebuah Badan Hukum. Surat Keputusan Menteri Kehakiman tersebut dimuat dalam Tambahan Berita Negara RI tanggal 31 Maret 1953 Nomor 26.

Pengakuan Badan Hukum Jemaat Ahmadiyah Indonesia itu lebih dipertegas lagi oleh pernyataan Surat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 0628/KET/1978 tanggal 19 Juni yang menyatakan bahwa Jemaat Ahmadiyah Indonesia telah diakui sebagai Badan Hukum berdasarkan Statblaad 1870 No.64.

Selanjutnya, kelengkapan Organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia juga diakui telah memenuhi persyaratan ketentuan Undang-undang nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan sehingga keberadaan Jemaat Ahmadiyah Indonesia dinyatakan telah sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku oleh Direktorat Jenderal Sosial Politik Depatemen Dalam Negeri dengan surat Nomor 363.A/505/93

Demikian juga dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1986 tentang Ruang Lingkup. Tata Cara pemberitahuan kepada Pemerintah serta Papan Nama dan Lambang Organisasi Kemasyarakatan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia telah diakui keberadaannya oleh Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dengan Nomor inventarisasi di DEPDAGRI dengan sifat kekhususan Kesamaan Agama Islam tanggal 5 Juni 2003 dengan nomor 75/D.I/VI/2003.

Jemaat Ahmadiyah Indonesia juga telah masuk dalam daftar inventarisasi Organisasi Kemasyarakatan pada Direktorat Jenderal Sosial Politik Depatemen Dalam Negeri 1988/1989 dengan nomor urut inventarisasi 297.

Sebagai organisasi yang diakui sebagai Badan Hukum yang sah oleh Pemerintah Republik Indonesia dan kelengkapan organisasinya memenuhi persyaratan ketentuan perundang-undangan yanga ada, Jemaat Ahmadiyah Indonesia diperlakukan seperti organisasi keagamaan yang sah lainnya oleh Pemerintah Republik Indonesia, misalnya:

Telah ditunjuk sebagai Lembaga Keagamaan ber-Badan Hukum yang dapat Mempunyai Hak Atas Tanah sebagai Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK.38/DJA/1979 tanggal 2 Mei 1979
Telah ditunjuk sebagai Organisasi Yang dimaksud Dalam Ketetapan Presiden RI No. 133 Tahun 1953 yaitu diberi kebebasan bea masuk atas barang-barang kiriman hadiah sebagaimana ditetapkan dengan SK Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : Kep-524/MK/III/8/1970 tanggal 19 Agustus 1970; Edaran Kantor Besar Jawatan Bea Dan Cukai Jakarta No.IM/Iva7/KB/1/9/ tanggal 16 Pebruari 1960 dan Surat Menteri Agama Republik Indonesia Nomor MA/099/1970 tanggal 6 Maret 1970 dan surat mana Jemaat Ahmadiyah Indonesia juga sekaligus dinyatakan sebagai TERDAFTAR di Departemen Agama Republik Indonesia sejak tanggal 2 maret 1970 dengan Nomor:046/J/1970.
Pernikahan para anggota Jemaat Ahmadiyah dicatat di Kantor Urusan Agama sebagaimana surat Jawatan Urusan Agama kantor Pusat Jakarta No.259/B/158 tanggal 18 September 1958.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia sebagai organisasi kemasyarakatan yang taat kepada hukum dan peraturan, telah berupaya mematuhi peraturan perundang-undangan yang ada dan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Kejaksaan Agung Republik Indonesia dengan suratnya tanggal 11 Agustus 1982 Nomor R-786/D.1/8/1982 tentang Jemaat Ahmadiyah menyatakan bahwa sampai saat ini belum ada Keputusan Jaksa Agung yang melarang Ahmadiyah di seluruh wilayah Republik Indonesia. []
Sumber kutiban : Website resmi Ahmadiyah