Sejarah Ahmadiyah Indonesia


Jemaat Ahmadiyah adalah sebuah organisasi keagamaan di dalam Islam yang didirikan oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. (1835-1908) pada tahun 1889, di sebuah kota kecil yang bernama Qadian, India. Beliau adalah seorang yang taat kepada Allah dan sepenuhnya cinta kepada Rasulullah saw. Jemaat Ahmadiyah mempercayai bahwa beliau adalah Imam Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan .

Tujuan pendirian

Jemaat Ahmadiyah adalah satu organisasi keagamaan yang bersifat Internasional yang telah tersebar di lebih dari 200 negara di dunia. Salah satu bentuk pengkhidmatan Jemaat Ahmadiyah Internasional adalah menterjemahkan Al-Quran  ke dalam bahasa-bahasa besar di dunia dan penerjemahan Al-Quran sudah hampir mencapai 100 bahasa di dunia. Di Indonesia, Jemaat Ahmadiyah telah menterjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Indonesia, Sunda, Jawa, dan lain-lain. Tujuan didirikannya Jemaat Ahmadiyah adalah yuhyiddiina wa yuqiimusysyaariah (menghidupkan agama dan menegakkan syariah).

Sejarah penyebaran di Indonesia

Sejarah Jemaat Ahmadiyah di Indonesia diawali ketika tiga pemuda dari Sumatera Tawalib yakni suatu pesantren di  Sumatera Barat meninggalkan Indonesia untuk menuntut Ilmu. Para pemuda tersebut adalah Abubakar Ayyub,  Ahmad Nuruddin dan   Zaini Dahlan.

Awalnya mereka akan berangkat ke Mesir, karena  Kairo terkenal sebagai Pusat Studi Islam. Namun Guru mereka menyarankan agar mereka pergi ke Lucknow- India, karena mulai menjadi pusat pemikir-pemikir Muslim Modern.  Mereka mendapati bahwa pendidikan di sana tidak lebih baik dari pendidikan di Sumatera Tawalib, tempat mereka menuntut ilmu sebelumnya. Beberapa waktu kemudian mereka mendapatkan informasi bahwa ada ulama terkenal di Lahore yang bernama Muhammad Ali M.A. Mereka kemudian mengunjungi Lahore dan pada akhirnya bertemu dengan  Anjuman Isyaati Islam atau yang dikenal dengan Ahmadiyah Lahore. Setelah beberapa waktu disana, mereka mendapatkan informasi tentang adanya pusat Ahmadiyah di Qadian sehingga tertarik untuk  mengunjungi Qadian.

Mereka diterima di Qadian oleh Hadhrat Al-Hajj Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a, khalifah ke dua Jemaat Ahmadiyah. Mereka diberi kesempatan untuk belajar di sekolah Ahmadiyah secara bebas untuk menentukan pilihan, diantaranya berkenaan dengan keyakinan. Setelah sekian lama mereka belajar di Qadian barulah salah seorang dari mereka tertarik untuk belajar lebih dalam mengenai Ahmadiyah,yang akhirnya beliau bai’at bergabung ke dalam Jemaat Ahmadiyah tanpa sepengetahuan kedua sahabatnya. Kedua sahabat beliau pada gilirannya mengikuti jejak  beliau bergabung dalam Jemaat Ahmadiyah.

Karena merasa puas dengan pengajaran di sana, mereka mengundang rekan-rekan pelajar di Sumatera Tawalib untuk belajar di Qadian. Tidak lama kemudian 23 (dua puluh tiga) orang pemuda Indonesia dari  Sumatera Tawalib bergabung dengan ketiga pemuda Indonesia yang terdahulu, untuk melanjutkan studi di sana. Seperti halnya dengan rekan-rekan mereka sebelumnya, ke 23 pemuda tersebut juga bai’at masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah.

Dua tahun kemudian, para pelajar Indonesia menginginkan agar Hadhrat Khalifatul Masih II r.a. berkunjung ke Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Haji Mahmud - juru bicara para pelajar Indonesia dalam Bahasa Arab, pada saat acara jamuan teh untuk menjamu Hadhrat Khalifatul Masih II r.a yang baru kembali dari lawatan beliau ke Eropa dalam rangka pertablighan Islam dan mengunjungi warga Ahmadiyah di sana. Hadhrat Khalifatul Masih II r.a. menyambut baik usulan tersebut. Beliau r.a meyakinkan bahwa meskipun beliau sendiri tidak dapat mengunjungi Indonesia, beliau akan mengirim wakil beliau ke Indonesia. (Bersambung)